(Ijtihad,
Pesan-pesan Islam dan Kontekstualisasi)
PROLOG
Islam
diyakini sebagai ajaran rahamat dan diperuntukan bagi seluru alam, maka
bagaimana cara memehami Islam dan menerapkan (mengkontekstualkan) dalam
sosio-kultural yang dihadapi. Termasuk bumi indonesia yang sangat beragam; baik
dari suku, budaya, etnis, bahasa, dan agama. Untuk itu, Islam harus menjadi
ajaran yang bisa meyerap keadaan itu semua, sehingga ajaran Islam benar-benar
menjadi agama kemanusian yang uviversal.
SEKILAS
TENTANG CAK NUR
Nurcholish
Madjid yang di panggil Cak Nur adalah salah seorang dari sedikit intelektual
muslim indonesia yang mempunyai keunikan menyangkut perjalan hidup dan
pemikirannya. Cak Nur, sapaan akrab orang nomer satu di paramadina ini, lahir
dari kalangan keluarga tradisionalis (untuk tidak menyebut kalangan nahdiyyin)
yang kuat. Cak Nur mengenyam sekolah
rakyat di mojoanyar, kemudian tidak betah Cak Nur pindah ke pesantren gontor.
Seperti dalam pangkuanya, sang ayah adalah tokoh kelas menengah dikalangan
nahdiyyin jombang tetapi secara politik berafiliasi ke masyumi. Kemudian di
sekolahkan di pesantren NU jombang, tetapi sering diledek sebagai anak orang
mesum sang ayah memindahkannya ke pesantren gontor, yang relatif pada masyumi.
Namun
demikian, Cak Nur adalah seorang yang sangat konsesten pada satu kenyataan yang
jarang dimiliki ilmuan indonesia. Beliau sama sekali tidak tergoda sama sekagi
untuk masuk ke dalam hiruk pikuk dunia politik, kendati kesempatan pada beliau
sangat tebuka. Sebagai seorang cendekiawan, namun Nurcholish menghasilkan
karyanya yang menjadi acuan wajib bagi setiap orang yang hendak memahami dan
mendalami gagasan dan pemikiran-pemikiran keIslaman dari berbagai perspektif,
sosial, politik, budanya dan agama.
Pemikiriran
Nurcholish Madjid tentang Islam; Landasan Menuju Negara Nasional Indonesia;
(Ijtihad dan Kontekstualisasi dan Pesan-pesan Islam)
Pada
tahun 1980-an, sudah memulai diskusi-diskusi menarik sekitar metologi
pembaharuan pemikiran Islam, agaknya, hampir semua pemikiran Islam indonesia
merasa yakin akan perlunya pembaharuan pemikiran keIslaman. Yang menjadi
persoalan, dalam hal ini, adalah bagaimana pembaharuan itu di jalankan,
bagaimana Batasan-batasannya. Hampir semua percikan pemikiran keIslaman
menyangkut tema ini.
Nurcholish
Madjid yang baru saja datang dari Chicago Amerika Serikat adalah salah satu
Eksponen pembaharuan pemikiran keIslaman, bahkan merupakan motor terhadap
pembaharuan pemikiran tersebut. Nurcholish Madjid menandaskan perlunnya kaum
muslim untuk mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri, justru dalam rangka
pembaharuan pemikiran Islam. Bahkan ia sadar sepenuhnya bahwa pertumbuhan
pemikiran Islam akan jauh lebih sehat, jika peluang-peluang yang di mungkinkan
oleh warisan intelektual Islam itu sendiri.
Fokus
utama yangmenjadi obyek pemikiran cak nur, terkait dengan persoalan pembaharuan
pemikiran Islam, adalah bagaimana memperlakukan ajaran Islam yang merupakan
ajaran universal yang dalam hal ini dikaitkan dengan konteks (lokalitas)
indonesia. bagi-nya Islam hakikatnya sejalan dengan semangat kemanusian
univerasl. Hanya saja, sekalipun nilai-nilai dan ajaran Islam bersifat
universal, pelaksanaan ajaran tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan
pemahaman tentang lingkunagn sosio-kultural masyarakat yang ada. dalam konteks
keindonesian, maka harus pula dipahami kondiisi riil masyarakat dan lingkungan
secara keseluruhan termasuk lingkungan politik dalam rangka konsep “negara
bangsa”
Indonesia
merupakan suatu bangsa dengan tingkat Heterogenitas yang tinggi dalam berbagai
demensi; suku, bahasa, adat-istiadat dan agama. Makanya, dalam menerapkan
ajaran Islam harus melihat kepada Islam itu berada, atau memperhitung kondisi
sosial budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan perkembangan dan
kemajemukan.
Kontekstualitas
terhadap pesan-pesan Islam yang bersifat universal, sebagai mana di
sosialisasikan Nurcholish, bukanlah yang sama sekali dari dalam Islam. Dan
melakukan interpretasi kontekstual terhadap ajaran Islam bukan hal yang
dilarang. Dalam teori-teori dan metode buku pemahaman agama, hal itu di tuangkan
dalam konsep-konsep Istihsan, Istislah atau Kemaslahatan Umum.
Kita
melihat bagaimana Khalifah Umar, ia melakukan interpretasi terhadap pesan-pesan
agama yang pada permukaan terlihat bertentangan dengan teks yang ada. Kebijakan
umar yang bisa di pahami sebagai kontekstualisasi pesan-pesan Islam adalah
kebijakannya seputar rampasan perang yang berupa lahan yang demikian luas yang
baru saja di bebaskan oleh umat Islam. Ketika itu, umar ditentang oleh banyak
sahabat yang hadir dalam pertemuan untuk memutuskan permaslahatan yang ada
dalam dunia Islam, karena ia merupakan permasalahan yang relatif baru lahir
karna perkembangan Islam itu sendiri.
Konsekuensi
Kontekstualitas pesan Islam yang universal tidak hanya terkait dengan ruang di
mana Islam dianut umat Islam, tetapi juga terkait dengan waktu. Dalam hal ini,
maka pertumbuhan dan perkembangan umat Islam harus menjadi perhatian dan
pertimbangan dalam meng-implimintasikan ajaran Islam.
Sehubunga
ini, cak nur menyampaikan bahwa untuk melakukan interpetasi kontekstual
terhadap pesan-pesan Islam adalah dengan jalan ijtihad. Terkait dengan seruhan
melakukan ijtihad, ini mempunyai kesan pandangan dengan Iqbal, apa yang hendak
di sampaikan Nurcholish bahwa ijtihad merupakan bentuk tanggung jawab moral
seseorang kepada ajaran yang diyakininya. Sebagai bentuk tanggung jawab moral,
sehingga ia tetap akan mendapatkan pahala sekalipun kurang tepat. Dan jika
ternyata tepat, maka menjadi ganda, pertama karna adanya pelaksanaan tanggung
jawab moral melakukan ijtihad itu sendiri, dan kedua karena pelaksanaan yang
tepat dari ajaran itu sendiri.
Dengan
demikian, agaknya, Nurcholish Madjid menangkap makna Ijtihad dan membumikannya
dengan Ide-ide pembaruannya dengan penuh kesadaran bahwa apa yang di
kemukakan-nya bisa benar, tapi bisa juga salah, dengan begitu, Nurcholish
berpandangan bahwa Nabi Muhammad saw, sendiri tidak melihat adanya kerugian
dalam kegiatan berijtihad, dan bahwa ijtihad membawa kebaikan ganda satu
tunggal. Sesalahan satu-satunya adalah adanya takut salah itu sendiri.
Namun
demikian, melakukan ijtihad merupakan kulifikasi tertentu. Sebut saja
pengetahuan tentang ajaran itu sendiri. Oleh karna itu. Ada satu sekelompok
umat Islam yang memberikan Kulifikasi yang sangat ketat untuk melakukan
ijtihad, sehingga ada kesan bahwa kelompok ini menutup pintu ijtihad. Akan
tetapi, dalam kelompok umat Islam, dimana ijtihad merupakan hal biasa untuk
dilakukan siapa saja, tidak serta merta umat yang mengikutinya melakukan
ijtihad. Terkait dengan persoalan pengetahuan ini sebagai mana dikatakan,
ijtihad menurut Nurcholish merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran agama
Islam. Dimana suatu sistem termasuk agama, tidak akan berfaidah dan tidak akan
membawa perbaikan hidup yang di janjikannya jika tidak dilaksanakan. Disinilah,
menurut Nurcholish arti penting ijtihad, yang dalam konteks keindonesiaan
berarti kontekstualisasi ajaran Islam denga tanpa menafikan ruh atau sepirit
Islam yang universal.
Di
samping mengajak umat untuk menghidupkan ijtihad sebagai kaum muslimin ketika
itu dinyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, kontekstualisasi ajaran
Islam sebagaimana di bawakan Nurcholish Madjid menekankan pula pada
liberalisasi dan kebebasan befikir. Dengan kebebasan berfikir maka akan lahir
bermacam-macam pikiran Alternatif dalam rangka melakukan terobosan-terobosan
kultural keagamaan. Munculnya beragam pemikiran alternatif barangkali akan
melahirkan perbedaan-perbedaan. Namun demikian, dengan beragam perbedaan
tersebut maka seseorang akan lebih leluasa melakukan Virifikasi dalam rangka
mendapatkan pemikiran-pemikiran baru yang di anggap relevan. Dalam perspektif
demikian, yang di butuhkan dalam hal ini adalah sifat terbuka dan lebih
apresiatif terhadap pemikiran yang muncul betapapun kontrovensinya pemikiran
tersebut.
Konsekuensi
lain dari upaya kontekstualisasi pesan-pesan Islam adalah pengembangan
gagasan-gagasan kemajuan dan sikap terbuka dalam memahami agama. Nurcholish
berpendapat bahwa gagasan progresif bertitik tolak dari sebuah konsepsi atau
doktrin bahwa manusia pada dasarnya baik suci dan cinta kebenaran. Dengan
gagasan progres ini, manusia tidak perluh lagi cemas terhadap berbagai
perubahan yang sedang terjadi. Sikap reaktif terhadap perubahan, pada
hakikatnya hanya merupakan manifestasi rasa pesimisme yang berlebihan.
sRingkasan
bagi Nurcholish ijtihad yang sekaligus bermakana kontekstualisasi terhadap
prinsip-prinsip Islam mempunyai modal dasar untuk memperlakukan Islam dalam
sebuah konteks yang sering kali jauh berbeda dari konteks dimana Islam pertama
kali di turunkan, tetapi tanpa harus menafikan prinsip-perinsip Islam yang
bersifat univesal. Dengan perkataan lain, mengimplimentasikan Islam di
indonesia harus pula memperhatikan faktor-faktor ke indonesiaan dengan tampa
mengabaikan subtansi pesan Islam.
Aktivis
PMII Guluk-guluk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar