ISLAM PERSPEKTIF CAK NUR - Sastri Pustaka

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, 01 November 2016

ISLAM PERSPEKTIF CAK NUR



(Ijtihad, Pesan-pesan Islam dan Kontekstualisasi)

PROLOG
Islam diyakini sebagai ajaran rahamat dan diperuntukan bagi seluru alam, maka bagaimana cara memehami Islam dan menerapkan (mengkontekstualkan) dalam sosio-kultural yang dihadapi. Termasuk bumi indonesia yang sangat beragam; baik dari suku, budaya, etnis, bahasa, dan agama. Untuk itu, Islam harus menjadi ajaran yang bisa meyerap keadaan itu semua, sehingga ajaran Islam benar-benar menjadi agama kemanusian yang uviversal.
SEKILAS TENTANG CAK NUR
Nurcholish Madjid yang di panggil Cak Nur adalah salah seorang dari sedikit intelektual muslim indonesia yang mempunyai keunikan menyangkut perjalan hidup dan pemikirannya. Cak Nur, sapaan akrab orang nomer satu di paramadina ini, lahir dari kalangan keluarga tradisionalis (untuk tidak menyebut kalangan nahdiyyin) yang kuat. Cak Nur  mengenyam sekolah rakyat di mojoanyar, kemudian tidak betah Cak Nur pindah ke pesantren gontor. Seperti dalam pangkuanya, sang ayah adalah tokoh kelas menengah dikalangan nahdiyyin jombang tetapi secara politik berafiliasi ke masyumi. Kemudian di sekolahkan di pesantren NU jombang, tetapi sering diledek sebagai anak orang mesum sang ayah memindahkannya ke pesantren gontor, yang relatif pada masyumi.
Namun demikian, Cak Nur adalah seorang yang sangat konsesten pada satu kenyataan yang jarang dimiliki ilmuan indonesia. Beliau sama sekali tidak tergoda sama sekagi untuk masuk ke dalam hiruk pikuk dunia politik, kendati kesempatan pada beliau sangat tebuka. Sebagai seorang cendekiawan, namun Nurcholish menghasilkan karyanya yang menjadi acuan wajib bagi setiap orang yang hendak memahami dan mendalami gagasan dan pemikiran-pemikiran keIslaman dari berbagai perspektif, sosial, politik, budanya dan agama.
Pemikiriran Nurcholish Madjid tentang Islam; Landasan Menuju Negara Nasional Indonesia; (Ijtihad dan Kontekstualisasi dan Pesan-pesan Islam)
Pada tahun 1980-an, sudah memulai diskusi-diskusi menarik sekitar metologi pembaharuan pemikiran Islam, agaknya, hampir semua pemikiran Islam indonesia merasa yakin akan perlunya pembaharuan pemikiran keIslaman. Yang menjadi persoalan, dalam hal ini, adalah bagaimana pembaharuan itu di jalankan, bagaimana Batasan-batasannya. Hampir semua percikan pemikiran keIslaman menyangkut tema ini.
Nurcholish Madjid yang baru saja datang dari Chicago Amerika Serikat adalah salah satu Eksponen pembaharuan pemikiran keIslaman, bahkan merupakan motor terhadap pembaharuan pemikiran tersebut. Nurcholish Madjid menandaskan perlunnya kaum muslim untuk mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri, justru dalam rangka pembaharuan pemikiran Islam. Bahkan ia sadar sepenuhnya bahwa pertumbuhan pemikiran Islam akan jauh lebih sehat, jika peluang-peluang yang di mungkinkan oleh warisan intelektual Islam itu sendiri.
Fokus utama yangmenjadi obyek pemikiran cak nur, terkait dengan persoalan pembaharuan pemikiran Islam, adalah bagaimana memperlakukan ajaran Islam yang merupakan ajaran universal yang dalam hal ini dikaitkan dengan konteks (lokalitas) indonesia. bagi-nya Islam hakikatnya sejalan dengan semangat kemanusian univerasl. Hanya saja, sekalipun nilai-nilai dan ajaran Islam bersifat universal, pelaksanaan ajaran tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkunagn sosio-kultural masyarakat yang ada. dalam konteks keindonesian, maka harus pula dipahami kondiisi riil masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan termasuk lingkungan politik dalam rangka konsep “negara bangsa”
Indonesia merupakan suatu bangsa dengan tingkat Heterogenitas yang tinggi dalam berbagai demensi; suku, bahasa, adat-istiadat dan agama. Makanya, dalam menerapkan ajaran Islam harus melihat kepada Islam itu berada, atau memperhitung kondisi sosial budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan perkembangan dan kemajemukan.
Kontekstualitas terhadap pesan-pesan Islam yang bersifat universal, sebagai mana di sosialisasikan Nurcholish, bukanlah yang sama sekali dari dalam Islam. Dan melakukan interpretasi kontekstual terhadap ajaran Islam bukan hal yang dilarang. Dalam teori-teori dan metode buku pemahaman agama, hal itu di tuangkan dalam konsep-konsep Istihsan, Istislah atau Kemaslahatan Umum.
Kita melihat bagaimana Khalifah Umar, ia melakukan interpretasi terhadap pesan-pesan agama yang pada permukaan terlihat bertentangan dengan teks yang ada. Kebijakan umar yang bisa di pahami sebagai kontekstualisasi pesan-pesan Islam adalah kebijakannya seputar rampasan perang yang berupa lahan yang demikian luas yang baru saja di bebaskan oleh umat Islam. Ketika itu, umar ditentang oleh banyak sahabat yang hadir dalam pertemuan untuk memutuskan permaslahatan yang ada dalam dunia Islam, karena ia merupakan permasalahan yang relatif baru lahir karna perkembangan Islam itu sendiri.
Konsekuensi Kontekstualitas pesan Islam yang universal tidak hanya terkait dengan ruang di mana Islam dianut umat Islam, tetapi juga terkait dengan waktu. Dalam hal ini, maka pertumbuhan dan perkembangan umat Islam harus menjadi perhatian dan pertimbangan dalam meng-implimintasikan ajaran Islam.
Sehubunga ini, cak nur menyampaikan bahwa untuk melakukan interpetasi kontekstual terhadap pesan-pesan Islam adalah dengan jalan ijtihad. Terkait dengan seruhan melakukan ijtihad, ini mempunyai kesan pandangan dengan Iqbal, apa yang hendak di sampaikan Nurcholish bahwa ijtihad merupakan bentuk tanggung jawab moral seseorang kepada ajaran yang diyakininya. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, sehingga ia tetap akan mendapatkan pahala sekalipun kurang tepat. Dan jika ternyata tepat, maka menjadi ganda, pertama karna adanya pelaksanaan tanggung jawab moral melakukan ijtihad itu sendiri, dan kedua karena pelaksanaan yang tepat dari ajaran itu sendiri.
Dengan demikian, agaknya, Nurcholish Madjid menangkap makna Ijtihad dan membumikannya dengan Ide-ide pembaruannya dengan penuh kesadaran bahwa apa yang di kemukakan-nya bisa benar, tapi bisa juga salah, dengan begitu, Nurcholish berpandangan bahwa Nabi Muhammad saw, sendiri tidak melihat adanya kerugian dalam kegiatan berijtihad, dan bahwa ijtihad membawa kebaikan ganda satu tunggal. Sesalahan satu-satunya adalah adanya takut salah itu sendiri.
Namun demikian, melakukan ijtihad merupakan kulifikasi tertentu. Sebut saja pengetahuan tentang ajaran itu sendiri. Oleh karna itu. Ada satu sekelompok umat Islam yang memberikan Kulifikasi yang sangat ketat untuk melakukan ijtihad, sehingga ada kesan bahwa kelompok ini menutup pintu ijtihad. Akan tetapi, dalam kelompok umat Islam, dimana ijtihad merupakan hal biasa untuk dilakukan siapa saja, tidak serta merta umat yang mengikutinya melakukan ijtihad. Terkait dengan persoalan pengetahuan ini sebagai mana dikatakan, ijtihad menurut Nurcholish merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran agama Islam. Dimana suatu sistem termasuk agama, tidak akan berfaidah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang di janjikannya jika tidak dilaksanakan. Disinilah, menurut Nurcholish arti penting ijtihad, yang dalam konteks keindonesiaan berarti kontekstualisasi ajaran Islam denga tanpa menafikan ruh atau sepirit Islam yang universal.
Di samping mengajak umat untuk menghidupkan ijtihad sebagai kaum muslimin ketika itu dinyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, kontekstualisasi ajaran Islam sebagaimana di bawakan Nurcholish Madjid menekankan pula pada liberalisasi dan kebebasan befikir. Dengan kebebasan berfikir maka akan lahir bermacam-macam pikiran Alternatif dalam rangka melakukan terobosan-terobosan kultural keagamaan. Munculnya beragam pemikiran alternatif barangkali akan melahirkan perbedaan-perbedaan. Namun demikian, dengan beragam perbedaan tersebut maka seseorang akan lebih leluasa melakukan Virifikasi dalam rangka mendapatkan pemikiran-pemikiran baru yang di anggap relevan. Dalam perspektif demikian, yang di butuhkan dalam hal ini adalah sifat terbuka dan lebih apresiatif terhadap pemikiran yang muncul betapapun kontrovensinya pemikiran tersebut.
Konsekuensi lain dari upaya kontekstualisasi pesan-pesan Islam adalah pengembangan gagasan-gagasan kemajuan dan sikap terbuka dalam memahami agama. Nurcholish berpendapat bahwa gagasan progresif bertitik tolak dari sebuah konsepsi atau doktrin bahwa manusia pada dasarnya baik suci dan cinta kebenaran. Dengan gagasan progres ini, manusia tidak perluh lagi cemas terhadap berbagai perubahan yang sedang terjadi. Sikap reaktif terhadap perubahan, pada hakikatnya hanya merupakan manifestasi rasa pesimisme yang berlebihan.
sRingkasan bagi Nurcholish ijtihad yang sekaligus bermakana kontekstualisasi terhadap prinsip-prinsip Islam mempunyai modal dasar untuk memperlakukan Islam dalam sebuah konteks yang sering kali jauh berbeda dari konteks dimana Islam pertama kali di turunkan, tetapi tanpa harus menafikan prinsip-perinsip Islam yang bersifat univesal. Dengan perkataan lain, mengimplimentasikan Islam di indonesia harus pula memperhatikan faktor-faktor ke indonesiaan dengan tampa mengabaikan subtansi pesan Islam.

Aktivis PMII Guluk-guluk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here