ISLAM DAN SEKULARISME - Sastri Pustaka

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, 01 November 2016

ISLAM DAN SEKULARISME

(Refleksi Menjawab Kontradiksi)

MUQADDIMAH
 “Islam adalah agama sekuler”. Begitulah konsepsi sederhana sebagai bentuk wacana kontradiksi paham sekularisme barat yang lantang di kumandangkan oleh pemikir Eropa. Hal ini mengundang gairah para intlektual muslim maupun non-muslim untuk kembali berfikir kritis-transformatif tentang konteks yang sebenar-benarnya.
Secara historis, Islam adalah dunia dan agama. Kondisi sosial pada masa Rasulullah Saw., merupakan kondisi dimana Islam sedang gencar-gencarnya di transformasikan ke khalayak umum. Masyarakat dengan perlahan mulai berlapang dada menerima ajaran-ajaran Islam sebagai satu-satunya agama yang diyakini benar. Mayoritas kemudian membentuk formalitas hingga melahirkan sebuah Negara. Yaitu Negara arab-Islam. Negara Islam tersebut akhirnya menguat pada masa Abu Bakar  dan Umar. Ini adalah realitas tak terbantahkan.
Islam sangatlah mempunyai kontribusi besar dalam mengantarkan Negara ideal. System demokrasi dan gotong-royong sudah terealisasi pada masa sahabat khulafa'urrasyidin. Seperti dalam menetapkan seorang peminpin. Para sahabat senior tidak serta-merta otoriter dalam mengambil keputusan. Melainkan masih melalui musyawarah dan mufakat bersama guna meminimalisir ketimpangan kebijakan. Ini menjadi bukti bahwa praktek Islam tidak mejadi problem bagi Negara, sehingga tidak ada upaya pembatasan antara agama secara umum dan Islam secara khusus dengan Negara.
Dengan demikian, Dr. Muhammad 'Abid al-jabiri berpendapat dalam tulisannya yaitu, “pernyataan bahwa Islam hanya merupakan agama dan bukan Negara merupakan pernyataan yang buta sejarah dalam pandangan saya”.
Oleh karenanya, diskusi tentang Islam dan sekularisme seakan-akan membawa kita hidup diantara dunia eropa-barat dengan dunia arab-Islam. Masing-masing mempunyai latar belakang yang berbeda. Eropa pra kemakmuran gereja, sekularisme seakan menjadi pandangan utama dalam segala hal. Negara benar-benar memiliki tabir pembatas dengan agama. Persoalan kejayaan sebuah Negara tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Sehingga sulit ditemukan atau bahkan tidak ada sama sekali sebuah lingkungan pendidikan yang mengajarkan tentang keagamaan, atau sebuah media informasi yang menyuarakan tentang dakwah keagamaan, serta tidak ada kewajiban beragama bagi sebuah bangsa.
SEKULARISME DALAM TUBUH ISLAM
Secara etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin), mempunyai arti dengan dua konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjukan kepada pengertian 'sekarang' atau 'kini', dan waktu menunjuk kepada pengertian 'dunia' atau 'duniawi'.
Sekularisme secara terminologi sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memisahkan antara negara (politik) dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan. Maka,menurut para sekular, negara dan agama yang dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak boleh disatukan. Masing-masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri.
Sekularisme mengagendakan hilangnya arti penting agama bagi kesatuan kelas dominan. Sekularisme barat seakan menjadi sebuah ideology yang marimba dan merajai seluruh agama nasional, termasuk Kristen sebagai agama besar di masanya waktu itu.
Setelah revolusi perancis, para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gerja untuk merampas kembali hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat.
Kesadaran akan hak asasi manusia dalam peradaban Barat timbul pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjaan.
Terkait tentang sebuah agama, didefinisikan oleh Bryan S. Turner dalam bukunya Relasi Agama dan Teori, “istilah 'agama' berasal dari religio, artinya ikatan relasi-relasi sosial antar individu”.
Dalam sebuah agama akan di ajarkan untuk hidup sosialis saling menghargai satu sama lain yang dikemas dalam bentuk ukhuwah. Sikap inividualisme menjadi tugas utama dalam upaya menjaga stabilitas sosial. Sehingga akan tercipta sebuah Negara yang bersifat inklusif dan dapat menerima akan sebuah perbedaan.
Agama memiliki peran yang amat penting; agama membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini Geertz ingin menyatakan bahwa agama mencoba memberikan “penjelasan hidup-mati” tentang dunia.
Dalam dunia Islam, pengaruh dari paham sekularisme dimulai ketika pada zaman imperialisme barat terhadap dunia Islam. Umat Islam dan Khilafah yang pada waktu itu sedang dalam kondisi lemah sedangkan barat sedang dalam proses kemajuan teknologi yang begitu pesat, mendorong sebagian umat Islam untuk mencontoh apa yang dipahami dan dikerjakan barat, salah satunya mengadopsi ide sekularisme.
Di dunia Islam, sekularisasi bukan hanya sebuah proses, tetapi juga menjadi paradigma, ideologi, dan dogma yang diyakini kebenarannya dan digarap secara sistematis lagi terencana. Sekularisasi dianggap sebagai prasarat perubahan masyarakat dari tradisional menjadi modern. Akan tetapi, untuk mengurangi perlawanan digunakanlah istilah lain yang lebih halus dan mengelabuhi seperti modernisasi, pembangunan, demokratisasi, liberalisasi, dan lain sebagainya.
Tetapi, sekularisme tersebut tidak menjadi objek substantive dalam dunia Islam. Karena pada esensinya, didalam sekularisme itu sendiri terdapat unsure gereja yang memang harus dipisahkan dengan Negara.
PENUTUP
Sebuah cita-cita eropa barat dalam upaya memisahkan antara ranah agama dengan sebuah Negara/ dunia, sebenarnya menjadi asupan gizi tersendiri bagi Islam untuk kembali mengingat sejarah. Islam terlahir sebagai sebuah agama dan dunia. Didalam Islam juga menyampaikan tentang semangat membangun dunia (reconstruction off the word) agar lebih tercipta hidup yang berarti.
Berbeda jika Islam dengan wilayah Negara/ dunia dipisah dan dibatasi dimaksudkan dalam hal perpolitikan. Islam tidak mau menempatkan dirinya sebagai sebuah Negara. Melainkan hanya berfungsi sebagai pegontrol Kendali jalannya sebuah pemerintahan.
Selamat membaca…!

*)Aktivis PMII Angkatan PASER, dan bermukim di Kusuma Bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here