(Refleksi Menjawab Kontradiksi)
MUQADDIMAH
“Islam adalah agama sekuler”. Begitulah
konsepsi sederhana sebagai bentuk wacana kontradiksi paham sekularisme barat
yang lantang di kumandangkan oleh pemikir Eropa. Hal ini mengundang gairah para
intlektual muslim maupun non-muslim untuk kembali berfikir kritis-transformatif
tentang konteks yang sebenar-benarnya.
Secara
historis, Islam adalah dunia dan agama. Kondisi sosial pada masa Rasulullah
Saw., merupakan kondisi dimana Islam sedang gencar-gencarnya di transformasikan
ke khalayak umum. Masyarakat dengan perlahan mulai berlapang dada menerima
ajaran-ajaran Islam sebagai satu-satunya agama yang diyakini benar. Mayoritas
kemudian membentuk formalitas hingga melahirkan sebuah Negara. Yaitu Negara
arab-Islam. Negara Islam tersebut akhirnya menguat pada masa Abu Bakar dan Umar. Ini adalah realitas tak
terbantahkan.
Islam
sangatlah mempunyai kontribusi besar dalam mengantarkan Negara ideal. System
demokrasi dan gotong-royong sudah terealisasi pada masa sahabat
khulafa'urrasyidin. Seperti dalam menetapkan seorang peminpin. Para sahabat
senior tidak serta-merta otoriter dalam mengambil keputusan. Melainkan masih
melalui musyawarah dan mufakat bersama guna meminimalisir ketimpangan kebijakan.
Ini menjadi bukti bahwa praktek Islam tidak mejadi problem bagi Negara,
sehingga tidak ada upaya pembatasan antara agama secara umum dan Islam secara
khusus dengan Negara.
Dengan
demikian, Dr. Muhammad 'Abid al-jabiri berpendapat dalam tulisannya yaitu,
“pernyataan bahwa Islam hanya merupakan agama dan bukan Negara merupakan
pernyataan yang buta sejarah dalam pandangan saya”.
Oleh
karenanya, diskusi tentang Islam dan sekularisme seakan-akan membawa kita hidup
diantara dunia eropa-barat dengan dunia arab-Islam. Masing-masing mempunyai
latar belakang yang berbeda. Eropa pra kemakmuran gereja, sekularisme seakan
menjadi pandangan utama dalam segala hal. Negara benar-benar memiliki tabir
pembatas dengan agama. Persoalan kejayaan sebuah Negara tidak ada sangkut
pautnya dengan agama. Sehingga sulit ditemukan atau bahkan tidak ada sama
sekali sebuah lingkungan pendidikan yang mengajarkan tentang keagamaan, atau
sebuah media informasi yang menyuarakan tentang dakwah keagamaan, serta tidak
ada kewajiban beragama bagi sebuah bangsa.
SEKULARISME DALAM TUBUH ISLAM
Secara
etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin), mempunyai arti
dengan dua konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjukan kepada pengertian
'sekarang' atau 'kini', dan waktu menunjuk kepada pengertian 'dunia' atau
'duniawi'.
Sekularisme
secara terminologi sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memisahkan
antara negara (politik) dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara
merupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak
ada hubungannya dengan akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya
mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat
spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan. Maka,menurut para sekular,
negara dan agama yang dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak
boleh disatukan. Masing-masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri.
Sekularisme
mengagendakan hilangnya arti penting agama bagi kesatuan kelas dominan.
Sekularisme barat seakan menjadi sebuah ideology yang marimba dan merajai
seluruh agama nasional, termasuk Kristen sebagai agama besar di masanya waktu
itu.
Setelah
revolusi perancis, para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gerja untuk
merampas kembali hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat
dari penindasan panjang yang dialami masyarakat.
Kesadaran
akan hak asasi manusia dalam peradaban Barat timbul pada abad ke-17 dan ke-18
Masehi sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal terhadap
rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjaan.
Terkait
tentang sebuah agama, didefinisikan oleh Bryan S. Turner dalam bukunya Relasi
Agama dan Teori, “istilah 'agama' berasal dari religio, artinya ikatan
relasi-relasi sosial antar individu”.
Dalam
sebuah agama akan di ajarkan untuk hidup sosialis saling menghargai satu sama
lain yang dikemas dalam bentuk ukhuwah. Sikap inividualisme menjadi tugas utama
dalam upaya menjaga stabilitas sosial. Sehingga akan tercipta sebuah Negara
yang bersifat inklusif dan dapat menerima akan sebuah perbedaan.
Agama
memiliki peran yang amat penting; agama membentuk konsep-konsep tentang tatanan
seluruh eksistensi. Dalam hal ini Geertz ingin menyatakan bahwa agama mencoba
memberikan “penjelasan hidup-mati” tentang dunia.
Dalam
dunia Islam, pengaruh dari paham sekularisme dimulai ketika pada zaman
imperialisme barat terhadap dunia Islam. Umat Islam dan Khilafah yang pada
waktu itu sedang dalam kondisi lemah sedangkan barat sedang dalam proses kemajuan
teknologi yang begitu pesat, mendorong sebagian umat Islam untuk mencontoh apa
yang dipahami dan dikerjakan barat, salah satunya mengadopsi ide sekularisme.
Di
dunia Islam, sekularisasi bukan hanya sebuah proses, tetapi juga menjadi
paradigma, ideologi, dan dogma yang diyakini kebenarannya dan digarap secara
sistematis lagi terencana. Sekularisasi dianggap sebagai prasarat perubahan
masyarakat dari tradisional menjadi modern. Akan tetapi, untuk mengurangi
perlawanan digunakanlah istilah lain yang lebih halus dan mengelabuhi seperti
modernisasi, pembangunan, demokratisasi, liberalisasi, dan lain sebagainya.
Tetapi,
sekularisme tersebut tidak menjadi objek substantive dalam dunia Islam. Karena
pada esensinya, didalam sekularisme itu sendiri terdapat unsure gereja yang
memang harus dipisahkan dengan Negara.
PENUTUP
Sebuah
cita-cita eropa barat dalam upaya memisahkan antara ranah agama dengan sebuah
Negara/ dunia, sebenarnya menjadi asupan gizi tersendiri bagi Islam untuk
kembali mengingat sejarah. Islam terlahir sebagai sebuah agama dan dunia.
Didalam Islam juga menyampaikan tentang semangat membangun dunia
(reconstruction off the word) agar lebih tercipta hidup yang berarti.
Berbeda
jika Islam dengan wilayah Negara/ dunia dipisah dan dibatasi dimaksudkan dalam
hal perpolitikan. Islam tidak mau menempatkan dirinya sebagai sebuah Negara.
Melainkan hanya berfungsi sebagai pegontrol Kendali jalannya sebuah
pemerintahan.
Selamat
membaca…!
*)Aktivis
PMII Angkatan PASER, dan bermukim di Kusuma Bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar