Keif, besok kamu akan diantarkan ke pondokkakekmu dulu.
Ibumu sudah mengundang Pak Jhi Taufiq untuk memasrahkanmu ke pengasuh,
Nanti usai nyapu halaman sebelah, kamu pamit ke semua Paman dan
kerabatm.
Mendengar perkataan tersebut Keif yang lagi duduk bersimpuh di depan
ayahnya usai mengaji kitab Kailani Izzi mulai termagu. Wajahnya
kusam diselimuti mendung tak menentu.
Hatinya dag-dig-dug. Wajah cantinya nan ayu mulai keriput. Ia masih ingin
bersama dengan kelurganya di rumah. Jiwanya belum siap untuk bepisah dengan
ayah dan mamnya. Ma, keif masih rindu belaian mama. Ku rindu kasih sayang
ayah dan mama.
^_^ *_~ ^_^
Hening, Tampa terasa semilir angin pagi hanyutkan Keif
kedunia hayal. Pikirannya mulai melayang-layang ke jauhan angkasa sana. Menemui
para malaikat sang pembawa anugerah kasih
“Keif, sana berangkat dulu,”
Seketika terdengar suara mamanya memanggil dari kamar
belakang. Lamunannya mulai pecah konsentrinya boyar berantakan sebelum ia
sempurnah melukis kehidupan di pondok pesantren besok pagi.
“Iya, ma,”
Lidahnya melantunkan jawaban indah terhadap panggilan
mamanya. Sesungging senyum tampak dari kajauhan tatapan mamanyamampu
menghangatkan susana embun pagi.
Ujung jarum jam berada pada titik 07.25 Ia segera
mandi, menghias diri ayunya lalu beranjak ke kamar belakang, makan pagi bersama
keluarga tercinta.
“Dan bi,,bi,,
,,, bilang pada mereka kata ayah tidak usah
rame-rame ikut ngan,,ngan,, tidak usah ikut nganter, mama gak ngundang mobil”
Suara Sastro,ayahnya tersendat-sendat sambil mengunyah lauk-pauk
menyampaikan pesan pada buah hatinya penuh kesan ditengah-tengah kebersamaan
mereka.
“...... hem,”
Keif menganggukkan kepala.
Batinnya meronta-ronta, hatinya meraung-raung
memberontak apa yang sudah jadi keputusan ayahnya. Namun apalah daya tak kuasa,
Ia hanyalah seorang gadis kecil belum sampai usia baligh. Ia senantiasa
tersenyum mencoba menerima semuah keputusan ayahnya.
Keif tahu tak ada orang tua yang akan
mencelakakan anaknya, semua orang tua ingin yang terbaik bagi anaknya, begitu
pun dengan orang tuaku. Tapi.......
^_^ *_~ ^_^
“Assalamu alaikum”
Dari depan pintu gerbang halamannya terlihat Pak Jhi Taufiq sudah siap
mengantarkan Keif ke pondok pesantren Quein Ainil Yaqin dengan PDnya
mengendarai pespa.
Keif pun semakin meledak-ledak melihat kehadiran Kepala sekolahnya yang
mau mengantarkannya ke penjara suci pagi itu. Sebentarlagi Ia sudah akan
berteman dengan air mata kesepian. Perjuangan akan segera dimulai. Namaun Ia
tetap saja tahan rasa itu sehingga orang
tuanya hanya melihat buah hatinya senyum-senyum kecil. Toh walaupun hati
kecilnya sangat keberatan menerima itu semua. Selamat menempu hidup baru dan
selamat berjuang Keif, pesan sahabatnya yang demian itu selalu
mengingatkanny terhadap masa-masa indah dengan teman sekelasnya.
^_^ *_~
^_^
Usai mereka makan bersama
mereka mulai beranjak berangkat ke podok pesantren dengan peralatan yanga tak
ebuh dari hanya sekedar pas-pasan karena Ia memang merupakan keluarga mengeh
kebawa, miskin. Kaif hanya diantar oleh paman dan ibunyua. Sementara Bapaknya
hanya bisa mendoakan kepergiannya bersama tilawah malaikat penyayang
melantunkan pujian serta doa atas hambanya yanga mau mencari ilmu tuhan.
Sekalipun keadaan mereka begitu sangat sempit denga segala kekurangannya
mereka masih bisa melafadzkan kalimat-kalimat syukur ditengah perjalanannya.
Karen sayap jibril tak henti-hentinya terkibar sebagai kendaraan mereka menuju
pondok pesantren Quein Ainil Yaqin.
Usai ia dipasrahka kepada pengasuh Ia
dicarikan kamar kosong sebagai tempat berteduh di kalah matahari mulai tidur
dan sebagai tempat pergantian baju setiap mau kali berangkat sekolah pagi hari.
Ia benar-benar dituntut mandiri ditengah kehidupan yang sarat dengan
perundang-undangan tersebut.
Tak lain selama dua hari kerajaannya hanyalah
murung mengurung diri dalam kamar. Toh walaupun ada beberapa orang yang ia
kenal dari rumahnya kemarin ia tidak bisa bersama mereka. Jiwanya lemas,
badannya putih pucat tidak kerasan. Anadai malam ini masih mendengarkan
dongeng ibu sebagai engantartidur......, Ah,, entahla...
Dalm jangka waktu yang relatif pendek, empat
hari di pondok pesanten, baju serta gaun yang Ia bawa sudah sedikit longgar,
membesar. Ia sudah mulai mengurus tampa harus diet.
Air matanya habis. Suaranya parau akibat
tangisan yang senatiasa ia tidak bisa tahan. Tak tahu kenapa mungkin kerena Ia
terlalu dini atau masih merindukan
belaian ibundanya atau juga malah Ia teringat
teman-teman sekelasnya. Ah! entahah
Setelah seminggu berikutnya ia mengikuti tes
masuk Madrasah Diniyah di pondok pesantren tersebut. Ia selalu pamit mau pulang
kepada teman-teman yang juga berasal dari rumahnya. Namun mereka tas sesekali
mengizininya pulang. Gingga terbersit sedikit marah di hati kecilnya. Nafsuh
ammmarah berhasil membakar mutmainnah yang adem ayem.
Tak pelak Keif kecil.
Ibu dan bapaknya senantiasa tidak
henti-hentinya mendoakan kesuksesan bagi anak biak karanya. Tahajjud serta
dhuha tak sesekali pernah tertinggalkan hanya untuk mehon anaknya kerasan di
rumah barunya.
Termnakasih ya Allah sampai saat ini akeif
masih belum pernah ngasik kabar tentang keberadaannya di pondok pesantern sana
saya yakin ia mendapat kehidupan yang layak serta nyaman tidak seperti apa yang
ia bayangkan dulu
^_^ *_~ ^_^
“Ya semoga saja,”
Dari balik daun pintu rumah bagian depan sontak terdengar jawaban dari
seorang gadis mungil. Dipandanginya Keif sudah sampai dirumahnya dengan
berkinangan air mata. Bapaknya pun terharu. Tubuhnya lemas tangannya gemetar
sembari menghapus air mata Keif. Tiba-tiba dari sudut mata kudis ayahnya
menetes embun kerinduan pada sang buain hati. Namun Keif masih belum bisa
mengahiri ratapannya atas kerinduan.
Tiba-tiba Ia berpaling, membalikkan diri sambil lari-lari kecil menjahui
ayah ibunya. Ditemuinya Zishafa, anakseorang kelurahan yang sedang berlalu
lalang meu berangkat sekolah.
“Ai,,! Keif kangen, Keif pulang untuk Airen,”
Suaranya sendu dari balik tangisannya senyum manis tersungging setelah
lima belas menit berlalu dalam pelukan mesra mereka.
“Huh, kkrrr,” Sastro, sang ayah kecewa gemeratak memukul-mukul badannya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar