Seraya mengelus-elus
rambut kritingku Diana, mamaku menyodorkan selembar uang merah bergambar patti murah,Ia tidak pernah absen untuk membekaliku
dengan sepuluh ribu rupiah uang kertas setiap Rabu pagi.Sepuluh ribu
rupiah,,,ya benar, untuk anak seusiaku kala itu sudah terlalu mewah. Aku
jadi bersemangat sekolah setiap hari baikku itu.Karena sudah pasti mamaku akan
memberiku uang saku lebih banyak dari pada hari-hari yang lain, Sepuluh ribu
rupiah.
Ya allah
terimakasih!
Ibukubanget baik.
***
Dulu, kala 12
tahun masih lengket dalam jiwaku. Aku memang merupakan anak yang nakal dan
malas untuk bersekolah apalagi kalau
jadwal materi Bahasa Ingris aku paling gak suka, ya entah kerana aku gak faham
atau mungkin karena gurunya yang amat garang, dengan kumis tebal yang menyeramkanserta
kulit hitam yang menjadi ciri hasnya.
Kala itu aku
lagi duduk dibangku kelas VSDSuka Maju, Pekan Baru. Hari-hariku dipenuhi dengan
bentakan mamaku yang mematikan kareakter katika memarahiku setiap pagi.
Aku juga gak tahu kenapa mamaku sangat bengis
begitu. Mungkin karena ia adalah kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga.
Karena semenjak ingatanku mulai berfungsi aku belum pernah sesekalimelihat Babapku.Kata
Ibu Ia pergi merantau ke malaysia untuk mencari nafkah untukku dan ibu di rumah.
Tapi kenapa sesekali Aku minta No. Hpnya untuk sekedar tanya kabar dan ngobati
rasa rinduku ibu selalu bilang ‘jangan ganggu Bapakmu. Ia lagi berkerja
untukmuDree’. Naif.
Pa, aku rindu
kasih sayang Bapak, andai sampeyan masihbersamaku!!!
Tapi kenapa kalau
Rabu datang, buka pintu di pagi hari Ibu gak pernah memarah-marahi Aku. Dan bahkan
Ia memberiku uang saku yang lebih dari pada hari-hari yang lain. Aku juga
gakfaham.Ini pasti ada yang gak beres, Ah!. Entahlah.
###
Disuatu saat
yang tak sama, kala Aku baru mau menginjakkan kaki di kelas II MTs aku dibelikan sebuah Motor mewah, Satria
merknya. Untuk anak sekelasku saat itu, sepeda motor dengan gaya Ayam
Jagosudah lebih dari hanya sekdar cukup. Apalagi bagi keluarga menengah
kebawah sepertiku. Tak punya bapak lagi. Hefff ,,,
“Dree, sini,”
Aku tercengan, tumben, mentari belum menampakkan wajahnya Ibuku sudah
teriak-teriak memanggilku. Perlahan kulucuti selimut tidurku penuh malas. Kuangkat
kaki menghampiri Ibu yang lagi tagak berdiri di amperan selatan bagian depan
“Dree, motor
ini Ibu hadiahkan kepada Andree anak Ibu.Atas segala kenakalanmu Ibu ucapkan
banyak terimakasih,” ujarnya sambil menunjukkanku kepada kendaraan roda dua
bermerek Satria itu.Kebetulan waktu itu kalender menunjukkan hari
Rabu. Aku semakin gag faham.
###
Relung wakktu
terus berjalan. Bulan berganti bulan. Tahun sudah sering kali terkikis habis
oleh masa. 5 tahun sudah kujalani menempuh hidup mandiri di negeri perantauan
ini, PP. Yahya Wiyah Kwanyar Karang Anyar Bangkalan. Ibuku memasrahkanku pada
seorang Kyai mulai sejak aku lulus MTs di kampung halaman. Sekalipun lakonnya
sering kali tidak dimengerti seorang pun Ia masih menginginkanAku menjadi anak
yang Soleih, Musleih, Muslahsebagimana lumrahnya.
Ia selalu
memberiku uang saku yang jauh diluar jangkauan. Apalagi kalau hari Rabu,
seperti biasa Ia mengirimkan 50.000 uang kertas kepada tetanggaku yang
memasokkan gula aren ke tiap-tiap koprasi seluruh kawasan Pondok Pesantren.
Anehnya berapa pun uang yang aku minta, kalau hari Rabu Ia tidak pernah
mengatakn tidak.Aku semakin gak faham ihwal Ibuku yang semakin menggila.
Suatu saat aku
pernah menyempatkan diri menanyakan prihal sikap Ibuku kepada Nyi Didi,
kakak saudara bapakku yang biasa aku sebut Mak Nyai
“Ayahmu dulu
berpesan ‘kalau Aku gak ada di rumah jangan pernah sesekali sakiti perasaannya,
turuti apa yang ia minta, kalau soal uang minta saja dan langsung nilphon,’”
Sahut Nyi Didi
penuh semangat. Nampaknya Ia berusaha meyakinkan apa yang Ia sampaikan
kepadaku. Namun aurahnya membungkam, senyum-senyum sinis dengan mata kepala
malirik kesamping membuat aku semakin curiga atas ulah merka. Aku sudah mulai
merasa kalau seluruh keluargaku merahasikan sesuatu kepadaku. Entahlah, apa
itu?
###
20/4/2011
Kala saat-saat
tarahir tiba sebelum aku benar-benar berhenti mondok aku pernah mendapatkan
rangking satu di kalas XII IPS 1. Aku bangga. Kali itu aku biasa membuat ibuku tersenyum,
menggantikan kebenciannya terhadap kejengkelanmu dengan
kebaggaan atas prestasiku. Wajar baru kala itu pertama dan terahir kalinya
akumendapatkan rangking kelas.
“ma, andai
bapaktau?”
Gumamku lirih
hampir tak terdengar telingaku sendiri.
“Hemmm,,,”nafasnya
terdesir keras dari hidung mamaku. Wajahnya pucat putih bagai orang yang baru
mandi susu.
Aku puncuriga
atas semua yang mama lakukan selam ini. Ia tak pernah merespon
pertanyaankusetiap kali aku bertanya tentang keberadaan dan prihal bapakku. Ia
terlalu sadis setiapkali berbicara, anker. Sukanya marah-marahdengan wawjah
marah. Tapi kalau hari baikku datang ia selalu mambangga-mambanggakan aku
dan memberiku uang saku yang jauh lebih
dari pada hanya sekedar cukup. Aneh tapi nyata.
Mulaisejak itu
aku berusah mencari tahu tentang itu semua. Tapi kenapa sampai aku berhenti
mondok aku belum mendapatkan jawaban pasti serta baik dan benar. Sesui dengan
realita. Aku semakin termagu-magu ketika mamaku merayakan pesta ulang tahunku
yang ke 23minggu lalu. Padahal sebagai modalnya ia berhutang kepada mak Ajji
(ibu dari saudara tiriku). Aku sudah menceganya. Tapi mama bilang “ya kapan
lagi klau buikan sekarang mama bahagiakan kamu. Bapakmu berpesan bahagiakan
kamu, nak”
***
“Malang sekali
nasib udin. Bapaknya sudah bergantung, bunuh diri 25 tahun silam, semenjak udin
masih dalam kandungan. Gara-gara bertengkar dengan ibunya. Setelah udin kelas
II MI Ibunya gila. Akibat gagal jadi pengemis. Pada waktu itu ia dimarah-marahi
pak polisi. Makanya sampai sekarang ibunya sering marah-marah dan berbicara
lantang. Naifnya ia selalu memanjakan udin dengan uang hasil hutangan. Sampai
saat ini hutangnya lebih dua puluh juta. Kasihan! Harta peningglan ayahnya gak
akan cukup membayar segala hutang-hutangnya itu,”
Terdengar
perbincangan tetangaku tetang keluargaku dari balik rumah bambu sebelah
kananrumahku. Aku mendegar betul kalau mereka membicarakanku, namaku Udin.
Sekarang aku tahu kalau selama ini semuah keluargaku tega banget kapadaku.
Ketika ditanya tentang ayahku mereka bilang merantau. Ibuku gila
mungsar-mungsar. Hutangku pada mak Ajji lebih20 juta. Malangkolishambamu ini
ya Allah.
* 30 Agutus 2014
M. jam 0.21 Komputer Muara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar